Rabu, 04 Januari 2012

Tebe Sistem Penyediaan Air Minum Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan bagian 2


Tabel 3.12  Proyeksi Kebutuhan Air Non-Domestik
Proyeksi Kebutuhan Air Non-Domestik Tiap Blok Pelayanan




 Tabel 3.13 Rekapitulasi Proyeksi Kebutuhan Air

3.3  Kriteria Desain (Unit Air Baku, Unit Produksi dan Unit Distribusi)
3.3.1        Unit Air Baku
Berdasarkan PP No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Menurut Al-Layla (1978) dalam Anonim2 (2010) beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi intake yaitu :
             a.      Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras yang memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air baku yang tersendat.
            b.      Tanah di daerah intake harus stabil.
             c.      Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
            d.      Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi beberapa jauh dari bak.
             e.      Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
Bangunan intake, coarse dan fine screen harus dibangun di lokasi yang tidak akan terjadi banjir. Selain itu harus aman dari gerusan dan deposisi endapan. Coarse yang digunakan sebagai fine screen harus tersedia agar material yang terapung tidak memasuki sistem. Mengingat adanya fluktuasi pada permukaan air sungai, inlet harus dipasang pada berbagai variasi. Jika fluktuasi pada musim kemarau dan penghujan sangat tinggi dan sungai menjadi selalu hampir kering saat kemarau, air harus disimpan dengan membangun ambang kecil di seberang sungai. Ditinjau dari air baku yang akan di ambil maka intake dibedakan :
1.      Air Baku dari Air Permukaan
a.       River Intake
Digunakan untuk menyadap air baku yang berasal dari sungai atau danau.


b.      Direct Intake
Direct intake dipakai apabila muka air dari air baku sangat dalam. Bentuk ini lebih mahal biayanya dibandingkan tipe lainnya. Tipe intake ini dapat dipakai dalam kondisi :
·         Sumber air dalam misal sungai dan danau
·         Tanggul sangat resisten terhadap erosi dan sedimentasi.
c.       Canal Intake
Dipakai bila air baku disadap dari kanal. Suatu bak memiliki bukaan dibangun pada satu sisi pada tanggul kanal, yang dilengkapi saringan kasar. Dari bak air dialirkan melalui pipa yang memiliki ujung berbentuk bell mouth yang tertutup saringan parabola.
d.      Reservoir Intake (DAM)
Reservoir intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang alamiah atau buatan (beton). Bangunan ini dilengkapi dengan beberapa inlet dengan ketinggian yang bervariasi untuk mengatasi adanya fluktuasi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah dengan dam pada bagian upstream. Jika air dibagian reservoir dapat mengalir secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari menara.
Air permukaan seperti air sungai, air rawa, air danau, air irigasi, air laut dan sebagainya adalah merupakan sumber air yang dapat dipakai sebagai bahan air bersih dan air minum tetapi perlu pengolahan. Air permukaan sifatnya sangat mudah terkotori dan tercemar oleh bahan pengotor dan pencemar yang mengapung, melayang, mengendap dan melarut di air permukaan. Karena sifatnya yang demikian maka sebelum diminum air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sampai benar-benar aman dan memenuhi syarat sebagai air bersih atau air minum (Maula, 2010).

2.      Air Baku dari Mata Air (Spring Intake atau Broncaptering)
Digunakan untuk mengambil air dari mata air, dalam pengumpulannya, hendaknya dijaga supaya kondisi tanah tidak terganggu (Anonim2, 2010).
Di daerah pegunungan atau perbukitan sering terdapat mata air. Air mata air berasal dari air hujan yang masuk meresap kedalam tanah dan muncul keluar tanah kembali karena kondisi batuan geologis didalam tanah. Kondisi geologis mempengaruhi kwalitas air mata air, pada umumnya kwalitasnya baik dan bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi harus dimasak sebelum diminum (Maula, 2010).

3.      Air Baku dari Air Hujan
Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara yang ketika turun melarutkan benda-benda diudara yang dapat mengotori dan mencemari air hujan seperti: gas (O2, CO2, N2, dll), jasat renik, debu, kotoran burung, dll. Bagaimana mendapatkan air hujan, caranya dengan menampung air hujan dari talang/genteng rumah kedalam bak penampungan. Untuk mengindari bahan-bahan pengotor dan pencemar yang berasal dari talang/genteng dan udara caranya adalah waktu awal penampungan air hujan 15 menit setelah hujan turun. Di bawah talang diberi saringan dari ijuk/kerikil/pasir. Sebelum diminum air harus dimasak dahulu (Maula, 2010).
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air hujan adalah sebagai berikut :
             a.      Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral.
            b.      Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.
             c.      Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang bercampur dengan air hujan akan meyebabkan terjadinya hujan asam.
Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan. Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena jumlahnya berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, ait hujan tidak dapat diambil secara terus menerus karena tergantung pada musim. Pada musim kemarau kemungkinan air akan menurun karena tidak ada penambahan air hujan (Anonim3, 1990).
4.      Air Baku dari Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi. Air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bagaimana mendapatkan air tanah caranya adalah dengan mengebor atau menggali. Macam sumur untuk mendapatkan air tanah adalah:
a.       Sumur Gali, adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara menggali dan menaikkan airnya dengan ditimba.
b.      Sumur Pompa Tangan adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor dan menaikkan airnya dengan pompa dengan tenaga tangan.
c.       Sumur Pompa Listrik adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor dan menaikkan airnya dengan dipompa dengan tenaga listrik (Maula, 2010).
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang menggangu kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, kesadahan yang terbawa oleh aliran permukaan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air tanah maka air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal mempunyai kualitas lebih rendah daripada kualitas air tanah dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih mudah mendapat kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih sedikit.
Dari segi kuantitas, apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku bersih adalah relatif cukup. Tetapi bila dilihat dari segi kontinuinitasnya maka pengambilan air tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan pengambilan yang secara terus menerus akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Karena air di alam merupakan rantai yang panjang menurut siklus hidrologi, maka bila terjadi penurunan muka air tanah kemungkinan kekosongannya akan diisi oleh air laut. Peristiwa itu biasa disebut intrusi air laut. Kondisi ini telah banyak dijumpai khususnya di daerah-daerah dekat pantai atau laut seperti Jakarta dan Surabaya (Anonim3, 1990).

3.3.2        Unit Produksi
Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2004).
Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni :
1.      Pengolahan lengkap atau complete treatment process, yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik fisik, kimiawi dan bakteriologi. Pada pengolahan cara ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh. Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu :
a.       Pengolahan fisik
Yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar-kadar zat organic yang ada dalam air yang akan diolah.
b.      Pengolahan kimia
Yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya : dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya.
c.       Pengolahan bakteriologi
Yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara/jalan membubuhkan kaporit (zat desinfektan) (Sutrisno, 2004).

2.      Pengolahan sebagian atau partial treatment process, misalnya diadakan pengolahan kimiawi dan/atau pengolahan bakteriologi saja. Pengolahan ini pada lazimnya untuk :
a.       Mata air bersih
b.      Air dari sumur yang dangkal/dalam (Sutrisno, 2004).

Adapun unit-unit pengolahan air minum terdiri dari :
1.      Bangunan Penangkap Air
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Adapun bentuk dan konstruksi ini bergantung kepada jenis dan macam sumber air yang kita tangkap.
Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran. Sedangkan penanganan bangunan penangkap air ini ditunjukkan terhadap :
a.       Kontinuitas
·         Pencatatan tingkah laku (keadaan) dari sumber asal air.
·         Pencatatan debit air pada setiap saat, sehingga dengan demikian akan dapat mengetahui fluktuasi dari kuantitas air yang masuk.
·         Mengontrol/memeriksa peralatan pencatatan debit serta peralatan lainnya (misalnya : pompa, saringan, pintu air) untuk menjaga kontinuitas debit pengaliran.
b.      Kualitas
·         Hal ini penting terutama terhadap kemungkinan pencemaran sumber asal air yang kita ambil.
·         Pemeriksaan kualitas air pada sumber air secara periodik. Dengan demikian akan dapat diketahui ada tidaknya pencemaran (Sutrisno, 2004).

2.      Bangunan Pengendap Pertama
Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada pembunuhan zat/bahan kimia. Untuk instalansi penjernihan air minum, yang air bakunya cukup jernih, tetapi sadah, bak pengendap pertama tidak diperlukan. Penanganan pada unit ini terutama ditunjukkan terhadap :

a.       Aliran air
Harus dijaga supaya aliran air pada unit ini laminar (tenang), dengan demikian pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita lakukan dengan mengatur pintu air masuk dan keluar pada unit ini.
b.      Unit instalansi
Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak. Untuk menjaga pada unit ini adalah terbentuknya lumpur pada dasar bak. Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodic lumpur endapan harus kita keluarkan. Peralatan untuk pembuangan lumpur harus dikontrol/diperiksa setiap saat agar supaya tetap dapat bekerja secara sempurna.
Selain pembuangan lumpur secara periodik tanpa mengganggu jalannya proses, maka bak endapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan harus kita keluarkan secara total (Sutrisno, 2004).

3.      Pembuluh Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya (secara gravimetris). Sesuai dengan nama unit ini, maka unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat).
Alat pembubuh koagulan yang banyak kita kenal sekarang, dapat dibedakan dari cara pembubuhannya :
a.       Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia (dalam bentuk larutan) mengalir dengan sendirinya karena gravitasi.
b.      Memakai pompa (dosering pump); pembubuhan bahan/zat kimia dengan bantuan pemompaan.
Disini perlu kita perhatikan pada pembubuhan koagulan, adalah perpipaan yang mengalirkan bahan/zat kimia supaya tidak tersumbat. Maka perlu pemeriksaan secara teliti terhadap peralatan-peralatannya. Bahan/zat kimia yang dipergunakan sebagai koagulan adalah aluminium sulfat. Biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis (murah) dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan. Bentuknya serbuk, kristal dan koral (Sutrisno, 2004).

4.      Bangunan Pengaduk Cepat
Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan :
a.       Alat mekanis : motor dengan alat pengaduknya.
b.      Penerjun air : dengan bantuan udara bertekanan.
Yang perlu diperhatikan dalam pengadukan cepat adalah alat/cara pengadukannya, supaya mendapat pengadukan yang sempurna dan sesuai dengan yang kita inginkan (Sutrisno, 2004).

5.      Bangunan Pembentuk Flok
Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang kita bubuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi) :
a.       Kekeruhan pada baku air.
b.      Tipe dari suspended solid.
c.       pH.
d.      Alkalinity.
e.       Bahan koagulan yang dipakai.
f.       Lamanya pengadukan.
Pada unit ini kita usahakan supaya tak terbentuk endapan flok (Sutrisno, 2004).

6.      Bangunan Pengendap Kedua
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak pembentuk flok. Pengendapan disini dengan gaya berat flok sendiri (gravitasi). Penanganan unit bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendapan pertama (Sutrisno, 2004).

7.      Bangunan Penyaring
Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter :
a.       Saringan pasir lambat (slow sand  filter).
b.      Saringan pasir cepat (rapid sand  filter).
Dari bentuk bangunan saringannya, dikenal 2 macam :
a.       Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter).
b.      Saringan yang bangunannya tertutup (presure filter).
Effluent dari bak pengendap (sedimentation basin) mengalir ke filter, gumpalan-gumpalan dan lumpur (flok) tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat-saat tertentu dimana hilangnya tekanan (loos of head) dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali (back wash) dengan air bertekanan dari bawah (Sutrisno, 2004).

8.      Reservoir
Air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologi dan ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen. Untuk keperluan terbanyak pada jam 16.00-18.00 diperlukan tandon minimum 10% debit/harinya (Sutrisno, 2004).

9.      Pemompaan
Perlu diingat bahwa dalam hal ini, makin kecil tekanan udara makin cepat kecepatan menguap air, dan penyerapan air dipengaruhi temperature. Oleh karena itu, daya isap pompa masih dikurangi dengan hal-hal sebagai berikut :
a.       Tekanan uap jenuh dari air.
b.      Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa (Hosen William).
c.       Tergantung tekanan udara luar.
Tiga hal tersebut menentukan daya hidup pompa (Sutrisno, 2004).

3.3.3        Unit Distribusi
Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui sistem distribusi perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan (konsumen).
Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang dapat harus diperhatikan antara lain adalah :
a.   Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani ini meliputi wilayah IKK (ibukota kecamatan) atau wilayah kabupaten/kotamadya. Jumlah penduduk yang dilayani tergantung pada :
·         Kebutuhan
·         Kemauan/Minat
·         Kemampuan atau tingkat sosial ekonomi masyarakat sehingga dalam satu daerah layanan belum tentu semua pendudu terlayani.
b.      Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi daerah pelayanan.
c.   Letak topografi daerah Layanan, yang akan menentukan sistem jaringan dan pola aliran yang sesuai.
d.   Jenis Sambungan Sistem
      Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi :
·         Sambungan Halaman : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa indik/pipa utama ke tiap-tiap rumah/halaman.
·         Sambungan Rumah : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa induk/pipa utama ke masing-masing utilitas rumah tangga.
·         Hidran Umum: merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komural pada suatu daerah tertentu untuk melayani 100 orang dalam setiap hidran umum.
·         Terminal air : adalah distribusi air melalui pemgiriman tangki-tangki air yang diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau daerah yang rawan air bersih.
·         Kran Umum : merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komural pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke masing-masing rumah. Biasanya 1 (satu) kran umum dipakai untuk melayani kurang lebih 20 orang (Anonim3, 1990).

1.      Komponen Sistem
Prinsipnya, ada dua komponen utama di dalam sistem distribusi air minum, yaitu reservoir (dan perlengkapannya) dan perpipaan (dan perlengkapannya). Fungsi reservoir distribusi adalah penyimpan air pada waktu debit air yang masuk ke reservoir lebih besar daripada yang keluar dari reservoir. Fluktuasi atau variasi penggunaan air ini terjadi setiap hari sehingga permukaan air di reservoir distribusi naik turun antara level maksimum dan minimumnya. Dengan demikian, volume atau dimensi reservoir bisa diperoleh. Reservoir berfungsi untuk mengatur tekanan air di daerah distribusi dan ini bergantung pada lokasi reservoirnya. Fungsi ketiga ialah sebagai pembagi air ke seluruh konsumen.
Berdasarkan potensi energinya, jenis reservoir distribusi dibedakan menjadi dua, yaitu reservoir tinggi dan reservoir rendah. Reservoir ini merujuk pada cara pengaliran air ke daerah distribusi, bisa secara gravitasi bisa juga dengan pompa. Reservoir tinggi tidak selalu berupa menara air atau berdiri di atas kaki beton atau rangka baja, tetapi bisa juga diletakkan di atas tanah di daerah bukit atau lereng gunung. Yang pasti, elevasinya lebih tinggi daripada daerah distribusi sehingga aliran airnya secara gravitasi. Oleh sebab itu, reservoir yang disangga oleh kaki harus berupa reservoir tinggi yang aliran airnya secara gravitasi. Adapun reservoir rendah selalu diletakkan di atas tanah atau sebagian di bawah permukaan tanah dan energi untuk distribusi airnya diperoleh dari pompa.
Untuk mengoptimalkan aliran air dan distribusinya, lokasi reservoir bisa berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya. Bisa diletakkan di tengah-tengah sistem distribusi apabila topografinya relatif datar dan tidak terlalu luas. Kalau diletakkan di salah satu sisi daerah distribusi maka tekanan sisa yang terjadi menjadi timpang sehingga perbedaan sisa tekanan antara daerah yang dekat reservoir dan yang jauh menjadi sangat besar. Ini buruk bagi sistem aliran air dan berpengaruh pada tingkat kebocoran air serta menuai protes dari konsumen pada saat-saat tertentu.
Sebaliknya, reservoir diletakkan di tepi sistem distribusi, yaitu tempat tertinggi apabila daerah distribusinya relatif miring atau menurun. Kemiringan yang relatif teratur dapat menyetimbangkan sisa tekanan airnya di seluruh daerah distribusi. Opsi ketiga ialah lokasi reservoirnya berbeda-beda, ada beberapa reservoir yang dibangun. Dibuat demikian karena topografinya tak teratur, besar perbedaan elevasinya sehingga harus dibuat zoning system dengan reservoir masing-masing. Juga karena daerah distribusinya terlalu luas. Kalau tanahnya relatif datar maka dapat dibangun beberapa reservoir di beberapa zone untuk menghindari sisa tekanan yang sangat tinggi di dekat reservoir. Beda topografi yang sangat tinggi dan variatif mengharuskan sistem distribusi dibuat dengan beberapa zone justru untuk mengurangi sisa tekanan di tempat yang terjauh dari reservoir (bukan yang terdekat).
Setelah menetapkan lokasinya, selanjutnya ialah menghitung besar-kecilnya reservoir yang berkaitan dengan volume atau dimensinya. Volume reservoir ini dipengaruhi oleh kondisi pasokan air dan karakteristik pemakaian air di daerah setempat. Perlu dibuat grafik fluktuasi pemakaian air dalam satu hari (24 jam). Berdasarkan kurva korelasi antara jam dan persentase pemakaian airnya, dapatlah dihitung volume efektif reservoir (Cahyana, 2010).

2.   Pola Sistem Distribusi
Setelah reservoir, bagian kedua adalah pola perpipaan sistem distribusi. Bisa dikatakan, inilah sistem yang padat modal, mahal investasinya karena mencapai 70% dari sistem keseluruhan. Ada dua bentuk dasar sistem distribusi. Kerangka, layout atau pattern ini dinamai sesuai dengan pola koneksi antar pipa dan node-nya.
a.       Pola Cabang (Branch System)
Yang pertama ialah pola cabang. Pada kerangka ini ada bagian pipa utama atau pokok dan ada bagian pipa cabang. Ciri khasnya, ujung-ujung pipa berupa “titik-titik mati” (dead end) dan aliran airnya hanya menuju ke satu arah, tidak bisa berbalik arah. Pola “ujung mati” ini bisa dibagi menjadi banyak sektor dan subsektor yang pasokan airnya dilayani oleh satu pipa cabang. Karena pasokan airnya per sektor atau subsektor maka perhitungan diameter pipanya menjadi sederhana, hanya ditentukan oleh jumlah penduduk (populasi) di sektor tersebut.
Keunggulan sistem ini ialah sederhana dalam pemasangan dan mudah dihitung dimensi pipanya, lebih ekonomis karena diameter pipanya lebih kecil daripada sistem lain dan pipanya lebih pendek. Apabila ada perluasan jaringan pipa, pola cabang ini dapat diubah menjadi pola lingkaran atau campuran. Selain beberapa keunggulan tersebut, kerangka sistem ini pun memiliki kelemahan. Dalam keadaan darurat, misalnya pipa bocor atau putus, seluruh daerah di hilirnya akan putus pasokan airnya. Dapat terjadi “rebutan” air antara satu sektor dan sektor lainnya, terutama ketika “jam puncak” atau terjadi kebakaran. Karena alirannya searah, maka endapan di ujung-ujung pipa menjadi banyak dan memadat. Ujung pipa ini harus dilengkapi dengan katup penguras sehingga perlu banyak blow off atau wash out dan harus diposisikan di dekat selokan atau sungai. Endapan harus dibersihkan secara periodik.
Dalam branch system ini reservoir diletakkan di bagian tertinggi daerah distribusi atau bisa juga di bagian tengah untuk daerah yang relatif datar. Sangat ideal diterapkan di daerah yang topografinya menurun secara teratur dengan slope kecil. Setiap titik cabang perlu dilengkapi dengan valve (katup) untuk mengatur aliran di percabangan dan juga untuk menutup aliran ketika terjadi kerusakan atau reparasi pipa.
Berikutnya ialah merencanakan diameter pipa. Debit yang digunakan adalah debit jam puncak. Ada faktor puncak yang harus dikalikan dengan debit rerata dan ini bergantung pada jumlah penduduknya. Jumlah penduduk mempengaruhi keserempakan penggunaan air di suatu daerah dalam satu sistem perpipaan di seluruh sektor. Keserempakan ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Makin banyak penduduknya, faktor keserempakan pun mengecil.
b.      Pola Cincin (Circle System)
Pola selanjutnya adalah sistem cincin, lingkaran. Disebut juga sistem tertutup, closed system atau ring, circle system. Ciri khasnya berbentuk lingkaran dan tiada titik mati karena semua pipa saling berhubungan. Air yang mengalir keluar dari reservoir akan bertemu di suatu titik di dalam pipa. Arah alirannya dapat berubah-ubah bergantung pada besar-kecilnya pemakaian air di suatu sektor. Dengan demikian, kekurangan air di suatu sektor dapat dipasok oleh sektor lainnya. Dalam kondisi darurat, misalnya ada pipa bocor, putus atau diperbaiki, sektor yang lain dapat terus mengalirkan air yang berasal dari sektor-sektor lainnya yang tidak putus/bocor.
Selain keunggulan, ada juga kelemahan sistem cincin/lingkaran ini. Sistem cincin perlu pipa lebih panjang daripada sistem cabang tetapi diameternya bisa sama ukurannya. Jadi, biaya investasinya lebih mahal. Sistem hanya cocok untuk daerah yang relatif datar agar aliran airnya bisa bolak-balik. Dengan kata lain, sistem tertutup ini belum tentu dapat diterapkan di sembarang daerah dengan topografi naik turun secara acak, terjal dan luas. Ini berbeda dengan sistem cabang yang dapat dipasang di daerah yang datar maupun yang miring atau menurun (terutama yang kecil slope-nya).
Untuk merencanakan diameter pipa, semua daerah diasumsikan berada dalam kondisi jam puncak dengan satu faktor puncak (peak factor). Setiap titik (node) berada dalam kondisi setimbang (balanced). Umumnya digunakan formula Hardy Cross tetapi bukan untuk menentukan diameter pipanya secara langsung melainkan untuk mengatur kesetimbangan tekanannya (balanced energy). Diameter pipanya ditentukan dengan anggapan bahwa seluruh sektor atau daerah layanan dalam kondisi aliran puncak. Seperti pada sistem cabang, katup juga harus dilengkapi di dalam sistem ini tetapi tidak selalu di ujung pertemuan pipa atau titik akhir. Bisa juga dipasang di tengah-tengah pipa atau di bagian terendah jaringan (Cahyana, 2010).

3.      Penamaan Pipa (Nomenklatur)
Faktanya di lapangan, nomenklatur atau penamaan pipa distribusi berbeda-beda di sejumlah PDAM. Namun ada dua bagian yang bisa disebutkan. Yang pertama ialah Sistem Makro. Sistem ini merupakan pipa feeder (pengumpan, pemberi) yang terdiri atas pipa induk utama (primary feeder) dan membentuk rangka sistem, baik yang cabang maupun loop. Pipa ini dinamai juga aorta atau arteri dan membawa sejumlah besar air olahan dari IPAM ke sistem distribusi. Biasanya pipa ini dilengkapi dengan katup penguras (blow off) dan ventilasi udara (air realease valve). Selanjutnya ialah pipa induk sekunder (secondary feeder). Fungsi feeder ini membawa air ke node-node yang tersebar di daerah distribusi sehingga tidak boleh ada sambungan rumah di pipanya agar tekanannya tidak turun (drop feeder). Di pipa inilah program Epanet atau Hardy Cross diterapkan untuk analisis hidrolisnya.
Yang kedua ialah Sistem Mikro. Hakikatnya, inilah sistem pelayanan air minum yang sesungguhnya di PDAM. Sistem ini masih bisa dibedakan menjadi dua, yaitu pipa distribusi utama (small distribution main) yang juga biasa disebut pipa tersier dan pipa pelayanan (service line) atau pipa kwarter yang menuju pipa persil (house connection pipe). Pipa distribusi utama (small distribution main) membentuk rangka daerah pelayanan. Pipa ini mendistribusikan air ke pipa-pipa pelayanan (service pipe) dan boleh langsung dihubungkan dengan rumah. Secara teoretis, Sistem Mikro bisa juga dianalisis dengan Epanet atau Hardy Cross, tetapi bergantung pada kebutuhan.
Catatan akhir, yang perlu diperhatikan juga ialah kecepatan aliran meskipun kecepatan air ini tidak mempengaruhi tekanan, tetapi hanya mempengaruhi cepat-lambatnya air sampai ke konsumen. Agar suatu titik bertekanan besar, maka headloss-nya harus kecil atau diameter pipanya diperbesar. Efeknya pada kecepatan, makin besar diameter, makin kecil kecepatan aliran airnya. Rentang batas kecepatan antara 0,6 - 1,5 m/d, yaitu kecepatan di dalam pipa feeder dalam jam puncak atau maksimum alirannya (Cahyana, 2010).

BAB IV
PERHITUNGAN DESAIN

4.1  Unit Air Baku
4.1.1        Intake
Berdasarkan rekapitulasi kebutuhan air pada tabel 3. didapatkan debit air rata-rata pada tahun 2025 sebesar 55 liter/detik.  Dari data tersebut dapat diketahui diameter pipa untuk intake pada  unit air bakunya yaitu :
Diketahui             : Q = 55  liter/detik = 0.055 m3/detik
  V = 2 m/detik
Ditanyakan         : Diameter Pipa (A) ?
Jawab                   :
Q = A . V Sehingga,
A =
A = 0,055 m3/detik
                2 m/detik
A = 0.0275 m2
A =   p d2
0.0275 m2 =  . 3.14 . d2
d2  = 0.035 m2
d   = 0.187 meter
Jadi diameter pipa untuk intake nya sebesar 0.187 meter.

4.2  Unit Produksi
4.2.1 Perhitungan Volume Reservoir
Volume reservoir dapat dihitung berdasarkan waktu tampungan atau waktu retensi dari air pada debit rata-rata.  Pada umumnya dihitung 2-8 jam penampungan.  Berdasarkan hasil perhitungan rekapitulasi kebutuhan air, diketahui debit rata-rata pada tahun terakhir (2025) sebesar 55  liter/detik.  Apabila diasumsikan waktu penampungan sebesar 6 jam, maka volume reservoir adalah:
Diketahui             : Q = 55  liter/detik = 0.055 m3/detik
   t  = 6 jam = 21.600 detik 
Ditanyakan         : Volume Reservoir (V) ?
Jawab                   :
Volume Reservoir (V)    = 6 jam x 55  liter/detik
                                                = 21.600 detik  x 55 liter/detik
                              = 1.188.000 liter/detik
4.3  Unit Distribusi
4.3.1 Pembagian Daerah Pelayanan
Tabel 4.1  Pembagian Daerah Pelayanan
N0.
Sub
Wilayah
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Luas
Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/km2)
1
Wil. Blok 1
8139
9.52
855
2
Wil. Blok 2
10491
10
1.049
3
Wil. Blok 3
13193
22
600
4
Wil. Blok 4
13055
3.5
3.730
5
Wil. Blok 5
5825
9.55
610
JUMLAH
50703
54.57
6844

4.3.2 Perhitungan Jaringan Pipa Distribusi Air Minum
Tabel 4.2 Tingkat Pelayanan Distribusi Air Minum Kecamatan Barabai
Blok
Jumlah
Tingkat
SR 70%
HU 30%
Debit Puncak
Penduduk
Layanan 50%
(liter/detik)
1
8139
4070
2849
1221
92.42
2
10491
5246
3672
1574
3
13193
6597
4618
1979
4
13055
6528
4569
1958
5
5825
2913
2039
874
Jumlah
50703
25352
17746
7605





Tabel 4.3 Debit Tapping Tiap Blok

Tabel 4.4 Koreksi Debit Tapping





Tabel 4.5 Simulasi Hidrolis pada Pipa
Tabel 4.6 Simulasi Hidrolis pada Node

BAB V
GAMBAR DAN PETA DESAIN

5.1  Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Barabai
                Terlampir.

5.2  Peta Pembagian Blok Kecamatan Barabai
Terlampir.

5.3  Peta Pipa Pelayanan Kecamatan Barabai
Terlampir.

5.4  Peta Debit Tapping Kecamatan Barabai
Terlampir.


BAB VI
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari tugas perencanaan penyediaan air minum yaitu :
1.      Dalam perencanaan ini intake yang digunakan adalah intake bebas.
2.      Sumber air baku yang digunakan untuk perencanaan ini adalah sungai .
3.      Unit produksi terdiri dari bangunan penangkap air, bangunan pengendap pertama, pembuluh koagulan, bangunan pengaduk cepat, bangunan pembentuk flok, bangunan pengendap kedua, bangunan penyaring, reservoir dan pemompaan.
4.      Bangunan pengambil air baku terdiri atas bangunan IPA, peralatan mekanikal elektrikal dan bangunan penunjang.
5.      Kecamatan Barabai dibagi menjadi 5 blok pelayanan dan untuk diameter jaringan pipa yang digunakan dalam perencanaan ini terdiri dari diameter 75 mm, 125 mm dan 200 mm.
6.      Pada perencanaan pendistribusian air dilakukan dengan pompa agar air minum dapat melewati jaringan dan sampai ke pelanggan.






DAFTAR PUSTAKA

Diakses tanggal 2 Desember 2011

Diakses tanggal 18 November 2011

Badan Pusat Statistik Kabupaten Barabai. 2010.

Cahyana, Gede.H. 2010. Sistem Distribusi.
Diakses tanggal 18 November 2011

Tim Penyusun Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Buku Panduan Pengembangan Air Minum, Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya. 
Diakses tanggal 20 November 2011















LAMPIRAN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar